Sabtu, 25 Juni 2011

meja kantor jengki model kipas

Ketika menemukannya di sebuah daerah Jawa Timur, kondisinya penuh debu dan kumal. Berulang kali sang pemilik menyebut keistimewaan meja kerja jengki berbentuk kipas ini, tak sedikitpun menerbitkan selera adik saya Didang yang ikut serta dalam perjalanan ini.

Ukurannya tidak lazim. Panjang terluar 160cm, sementara lebar terluar 100cm. Tapi karena modelnya berbentuk kipas, akan ruwet kalau ada yang tanya saya ukuran pasti meja ini. Dari mana harus menarik meteran? Belum lagi bagian atas papannya, terdapat banyak bolongan berdiameter 1 cm. Tambah tidak menarik, mungkin bagi sebagaian manusia modern yang sekarang lebih suka simpel, minimalis dan enteng-enteng saja, karena berat meja kerja ini diperkirakan lebih dari 50 kg. Pernah dua orang mencoba mengangkatnya, ancuurr minah. Sampe ngos-ngosan, benda ini sulit bergerak dari jarak 5 meter.

Setelah sampai di Jakarta, agak lama saya menimbang-nimbang apakah layak saya mengoleksi lemari ini? Apalagi ruangan belajar yang sedang dibangun, hanya memiliki space kurang sedikit dari 3x3 meter. Namun membayangkan benda ini bersanding dengan lampu khas Eropa yang dulu jadi milik Keraton dan atas meja dilapisi kaca yang dibefel, segera saya mengangkat telepon. "Om, kirim meja itu besok. Dan tolong sms nomor rekeningnya ya."

Alangkah kecewanya ketika meja ini sampai di Jakarta. Kondisinya masih tetap kumal, kini ditambah lagi kondisi semua kakinya rontok. "Meja ini terlalu berat, pak," kata petugas ekspedisi Jawa Indah mencoba ngeles. Padahal, walau kaki Jengki terpilang pipih, faktanya selama puluhan tahun kaki meja ini tetap baik-baik saja. Teori yang paling mungkin, petugas yang mengangkat meja ini tidak kuat, sehingga 'melemparkannya" begitu saja. Dan mungkin di bagian atas meja, dibebani lagi barang milik orang lain. Maklum, urusan volume jadi hal penting bagi pengusaha ekspedisi. Ah, ganti aja nama Jawa Indah jadi Jayus Indah.

Tak mudah menemukan tangan terampil untuk merekondisi si meja Jengki. Woowww, kini bukan lagi kakinya makin kokoh, namun gurat Jati tua, kini sudah kelihatan. Ternyata dulunya ditutup pelitur dan cat hitam. Masih ada satu lagi tahap perjuangan yang mesti dilalui. Bagaimana caranya memindahkan benda ini ke ruang belajar di lantai II yang terbilang mini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar