Jumat, 24 Juni 2011

batik sutera




Tidak tahu persisnya kapan saya mulai menyukai batik sutera. Yang saya ingat, sewaktu bertugas di Surabaya selama 1,5 tahun lebih (antara 2003-2004), seorang kawan baik memberi hadiah ultah selembar kain batik. Warnanya hitam, dengan corak keemasan. Belakangan saya ketahui, batik sutera itu adalah produk khas Pekalongan. Agak ramai, namun tidak menghilangkan unsur elegance.

Agak malas-malasan saya menjahitnya ke tukang jahit "PlayBoy" di depan Tunjungan Plaza III. Sebaris dengan Rawon Setan Mbak Endang. Hasilnya membuat saya takjub. Cutting-nya bagian kanan dan kiri dari baju saya itu, persis sama. Iseng saya bertanya, kenapa bisa begitu, Mas. "Oooo itu karena kainnya bentuk Pola," kata si PlayBoy.

Sejak itu pelan-pelan saya tertarik mempelajari soal batik. Langsung dari sentra-sentra Batik di Pekalongan, Pasar Bringhardjo, Laweyan Solo, Semarang, surabaya, Padang. Bahkan kalau ada pameran Batik di JCC, saya usahakan mampir. Paling tidak sekadar berdiskusi. Lama-lama tidak tahan juga, mulai beli satu dan dua lembar. Eh, kini sudah mulai kerepotan untuk penempatannya. Baik yang sudah kadung dijahit, maupun masih berupa lembaran kain. Banyak orang protes terhadap hobby saya yang satu ini. "Emang mau dipakai ke mana sih?" Ke laut aja lu. Hehehehe

Kini saya tahu persis di mana penjual batik sutera berkualitas di Jakarta, Solo, Yogya, Pekalongan. Tentu dengan harga paling kompetitif. Pelan-pelan banyak teman kantor, kolega, teman baik maupun kerabat, mulai sering meminta pendapat saya saat mereka ingin membeli batik berkelas, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun jadi gift untuk client atau keluarga. Bahkan tidak sedikit meminta bantuan sampai meminta referensi tukang jahit batik yang terbaik di Jakarta. Mereka suka, karena saya berstatus, "No Fee". Hehehehe..
Kini, saya juga tahu betapa rumah atau galeri batik yang sudah punya nama, begitu besar mengeruk keuntungan dari konsumen hanya karena ketidaktahuan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar