Rabu, 21 September 2011

LELANG BARANG LANGKA: TERAKOTA RAKSASA, ANAK KUNCI DENTING CARL SCHLIEPERS, TEGEL MOTIF TIMBUL

Tidak semua barang bagus, eksklusif, susah payah didapatkan, langka bin susah, otomatis bisa masuk proyek JV. Masih banyak handycap dan proses screening yang harus dilewati, agar diputuskan bisa "in" atau "out".

Konsiderans utama adalah:
1. Kesesuaian barang langka ini dengan konsep Jengki Vintage. Jika tidak, terpaksa harus diparkir. Contoh saya pernah ditawarkan pagar model kolonial. Didapatkan dari sebuah kota kecil di Jatim. Setelah buka-buka referensi, ternyata modelnya kurang serasi dengan konsep JV. Kalau dipaksakan, akan terlihat kurang elok. Terpaksa saya menolaknya.


2. Ketersediaan ruang. Ada kalanya barang bagus, tidak bisa semuanya bisa ditata dalam proyek JV. Contohnya: terokota berukuran 60x60cm. Termasuk barang yang diburu kolektor. Dulu saya dapatkan sekitar 25 biji. Faktanya, yang bsa masuk lahan JV hanya 15 biji. Kalau tidak salah, masih ada sisa sekitar 10 biji. Contoh lain, meja kerja model kipas. Bisa dilihat di posting beberapa hari lalu.

3. Ketepatan Timing. Soal pemasangan material, onderdil, parts atau komponen rumah, sangat penting dengan ketersediaan barang langka. Ada kalanya pas banget. Contoh: saat bimbang memilih pagar untuk teras di atas carport, tiba-tiba saya mendapatkan info ada 80an besi jari-jari dengan di bagian tengahnya ada timah (khas kolonial Eropa). Ketika mencermati fotonya, saya lantas dapat ide. Si pandai besi di Cilengsi, langsung menyokong ide saya. "Bagus pak. Saya bisa padukan dengan besi holo tebal buatan sekarang," cetusnya.

Tapi ada juga yang apes. Saat pengerjaan dapur hampir rampung, tiba-tiba saya mendapatkan 25 buah tegel timbul yang super duper istimewa. Marmer starsauto dikombinasi dengan Travertine telah membalur dinding dapur. Pembatasnya antara table top dan lemari bagian atas Kitchen Set. Bila dipaksakan tegel motif timbul ini masuk, dapur akan terlihat ramai kayak pasar malam. Belum lagi, akan terasa ngilu membayangkan marmer Starsauto dan Travertine harus diiris dengan gerinda saat dia sudah terpasang rapi di dinding dapur. Dengan berat hati, tegel motif timbul ini tidak mendapatkan tempat.

Tiga benda ini, tadinya akan saya simpan dengan rapi di gudang. Toh makin lama, makin langka dan makin mahal. Fluktuasi harganya mungkin mirip Gold dan Land. Tidak ada istilah harga emas dan tanah akan turun.

Namun niat itu kemudian goyah. Tercetus secara tidak sengaja saat menyaksikan tumpukan tegel motif yang sudah dibungkus rapi di dus, dan dibungkus satu per satu kertas koran, tidak sengaja terinjak oleh salah satu tukang yang memasang pipa air panas. Duaaarrr, butir keringat langsung mengucur. Ternyata menyimpan digudang, tidak menjamin apa-apa. Banyak faktor yang bisa membuat barang berharga ini, hancur atau rusak.

Sehingga, malam ini saya putuskan untuk melepas 3 jenis barang langka ini. Bagi rekan yang berminat, silakan kontak email: hendra_ns@yahoo.com. Saya bukan pedagang yang cari untung, tapi juga bukan santa. Sehingga jika terdapat titik equilibrium win-win situation, segera saya akan lepas tiga barang ini. Yang penting modalnya kembali. First come, first service.


1. TEGEL MOTIF TIMBUL.
Jumlah sekitar 20, terdiri dari 5 motif menawan



Tegel dengan motif timbul yang bisa diraba, merupakan salah satu simbol sosial di masa lalu. Bagi orang atau lembaga yang menempelkan tegel motif timbul ini, dapat diasosiasikan sebagai kalangan atas, bangswan, ningrat, kompeni atau pedagang sukses. Tak heran jika tegel motif ini hanya bisa ditemui di lingkungan kraton ternama, kantor-kantor kompeni atau orang yang benar-benar tajir di masanya.

Teknik membuatnya sangat sulit, dan hanya pandai tegel tertentu yang bisa membuatnya. Karena lamanya proses pembuatan, plus hanya orang tertentu, otomatis tidak banyak yang bisa diproduksi. Begitu bergengsinya tegel timbul ini, ia ditempatkan di tempat-tempat terhormat. Misalnya lemari sang tuan, tempat topi, dinding ruang tamu, dan paling minimal adalah penghias dapur. Bahkan ada yang membuatnya dalam pigura.

Ukuran tegel timbul ini 15x15 cm. Ada yang warna dominasi hijau, sedikit biru dan kuning. Motifnya khas Eropa, kembang dan aksen yang memiliki makna khusus. Menurut seorang teman yang cukup lama menggeluti soal barang-barang lama, tegel motif timbul ini sangat banyak penggemarnya saat ini.

Sekarang cukup banyak restoran dan hotel yang memilih desain Vintage, yang mengadopsinya. Seperti Huize Trivelli Jl Kesehatan di daerah Tanah Abang II, hotel Cita Dines di Wahid Hasyim, Resto Merah Delima, di daerah Blok M, Mbah Jingkrak di daerah Kuningan, resto Kembang Goela di BCA Building Semanggi, Harum Manis saming Ciwalk Karet, Bunga Rampai Menteng, Seribu Rasa di Imam Bonjol, Pawon Solo, Lara Djongrang di daerah Cikini, Samara di Kebon Sirih, Warung Daun di Cikini dan Santa serta masih banyak lagi venue yang lain.


2. ANAK KUNCI CARL SCHLIEPERS buatan Jerman
Jumlah sekitar 8 buah


Boleh jadi ini adalah koleksi terakhir produk kunci Carl Schlieper buatan Jerman yang berdenting saat anak kuncinya ditutup. Dan boleh jadi pula ini merupakan koleksi "Old & New" satu-satunya yang masih ada di Indonesia. Maksud "Old & New" tentu saja produk buatan jadoel, tapi belum pernah dipakai sama sekali. Lama teronggok di toko, gudang atau memang sengaja dimpan oleh kolektor.

Perbedaan utama kunci Carl Schlieper ini dibanding produk Schlieper's lainnya, terlatak pada bel kecil yang menyatu dengan desain rumah kuncinya. Saat kunci diputar, akan terdengar bunyi "ting". Mungkin Herr Carl saat itu memikirkan aspek safety. Jadi kalau ada maling membuka lemari tanpa izin, sang empunya segera akan ngeh. Benarkah begitu? Entahlah.

Tapi, kunci ini hanya bisa dipakai di lemari tipe pintu sorong. Ini karena mekanisme kerja kunci yang hanya bisa bekerja apabila posisi daun pintu atau laci tegak lurus terhadap bidang kontak kunci.

Saya dapatkan di Purwakerto, dari teman yang kemudian merekomendasi temannya dan lantas temannya lagi. Tidak pernah bertemu muka. Hanya lewat email dan sms. Tapi karena tidak berprasangka negatif, saya justru mendapatkan kunci Carl Schlieper nan istimewa.

Saya pun pernah bertekad untuk tidak menjualnya berapapun nilainya. Niat tinggal niat, karena hanya beberapa buah yang bisa saya manfaatkan. Maklum, benda ini hanya cocok dipasang pada lemari pintu geser. Dan lemari seperti itu, tidak banyak saya punya. Sisanya ini yang akan saya lepas.


3. TERAKOTA SPESIAL ukuran 40x40cm
Jumlah sekitar 10 buah


Siapa bilang terakota itu selalu ukuran kecil? Mari cermati Terakota tua berukuran 40x0cm. Beratnya? Alamak, hampir 10 kg. Kira-kira dipakai sebelum masa kemerdekaan RI. Ughhhhh... benar-benar langka.

Selasa, 20 September 2011

MALAM REBO TANPA REBO




Tidak seperti malam-malam sebelumnya, kali ini saya tidak mampir di proyek Jengki Vintage sepulang dari kantor. Langsung menuju rumah kontrakan yang hanya berjarak 150 meter dari si JV.

Biasanya, paling sedikit saya menghabiskan 30 menit untuk sekadar melihat progress pekerjaan hari ini. Sekaligus ngobrol-ngobrol dengan tukang yang menginap di proyek JV. Tidak terasa, hampir 6 bulan lamanya proyek JV sudah berjalan. Sesuai dengan kesepakatan dengan kontraktor, Pak Agung Nurcahyo, sebagian timnya akan menginap di proyek saat JV diwujudkan. "Supaya lebih efisien, karena pagi-pagi mereka bisa langsung kerja," kata Pak Agung, sarjana teknik sipil UGM. Pria asal Madiun ini membawahi banyak anak buah. Sebagian besar dari daerah Sukabumi, dan ada satu orang asal lereng gunung Lawu. Ada juga yang dari Purwarejo, Jamil.

Tukang asal Bromo ini, awalnya saya dikenalkan dengan nama Doel. Lama-lama saya mengetahui dari ucapan Pak Agung, ternyata Doel lebih akrab dipanggil Rebo. Entah dari mana asal-usul nama tersebut, yang jelas saya juga jadi ikut-ikutan memanggilnya Pak Rebo atau Rebo doang.

Sejak masa awal pembongkaran, Rebo adalah pasukan yang paling sering ditugaskan nginap di proyek JV. Seingat saya, dia hanya meninggalkan pos C20 saat pulang sebentar ke kampungnya di Bromo dan saat hari H lebaran. Itu pun untuk menunggui rumah pak Agung di Vila Nisa Indah dekat Cileungsi, yang bersama keluarganya mudik ke madiun.

Selain dengan Rebo, saya juga jadi sangat akrab dengan Pak Amran. Jabatan resminya: mandor. Tapi dia juga sebagai leader tim Sukabumi. Hampir semua tukang asli Sukabumi ada ikatan keluarga dengan Pak Amran. Ada Pak Samani, Pak Samsu. Mereka semua sangat gigih, memiliki skill mumpuni, tanggung jawab, sangat jujur dan menerima rezeki apa adanya. Gak neko-neko.

Ini belum termasuk "vendor" pak Agung yang mengerjakan item-item tertentu di proyek JV. Sebutlah Afung, Gondrong dkk untuk dinding marmer, Pak Toto yang seniman untuk pengecetan besi ralling/pagar serta melamin perabot jati. Lalu ada Pak Resmana buat pembuatan ralling dan pemasangan kasa nyamuk. Ovin dari Pealo untuk pemindahan dan pemasangan kembali Air Conditioning (AC) lama. Juga Pak Karso asal Ciamis yang spesialis Kitchen set dan masih banyak lagi. Khusus vendor, hanya tim marmer Gondrong yang nginap di C20. Selebihnya, datang hanya pada saat pemasangan.

Dari percakapan dengan Rebo, Pak Amran dkk yang hampir setiap malam itu sejak 6 bulan lalu, seakan saya diingatkan kembali untuk down to earth. Memaknai arti perjuangan hidup, menghargai tetes keringat, loyalitas, kejujuran, tanggung jawab, saling menghargai sesama. Sesuatu yang kadang dinomorsekiankan dalam kehidupan modern di Republik ini.

Mulai cerita soal pekerjaan mereka, tingkat kesulitan, tahap-tahap pengerjaan, desain, saran pemilihan material, dan segudang masalah-masalah teknikal lainnya. Dari keakraban itu, topik pun mengalir ke hal-hal lain. Termasuk personal. Saya kemudian jadi tahu, Rebo ini pernah dua kali gagal membina rumah tangga. Dan, dengan alasan etis, tentu tidak saya sampaikan di sini. "Yang jelas, saya masih trauma untuk memulai hubungan baru dengan cewe," kata Rebo yang memang terlihat polos dan lugu kalau soal makhluk lawan jenis.

Rebo memang ibarat the Last Mohican atau the Last Samurai yang bertugas di C20. Di saat rekan-rekannya sudah berpindah tugas ke proyek Pak Agung di daerah Kebon Jeruk, Rebo masih ditinggal untuk membereskan perintilan pekerjaan. Seperti pengecat tembok yang kotor lagi akibat cap tangan tukang lain, coating batu alam, poles teraso dan masih banyak lagi. Sadar tidak sadar, Rebo pun terlihat mulai percaya kepada saya untuk berbicara apa saja. Termasuk memberikan saya backround soal agama Hindu di lereng Gunung Bromo. Sangat fasih dan lengkap, karena Rebo memang menganut agama Hindu, seperti yang diturunkan dari keluarganya. Di luar soal agama yang dianut, Rebo tidak ada bedanya dengan pria Jawa lainnya. Rebo terkesan sangat sopan, tahu diri dan punya pengendalian emosi yang luar biasa.

Sesekali saya membawakan kue-kue kecil untuk menemani percakapan kami. Kadang bisa sampai jam 2an alias menjelang subuh. Tiba-tiba saya merasa nyaman berbicara dengan orang yang SMP saja tidak tamat. Saya teringat masa kecil. Di saat teman sekompleks lebih suka dengan kelompok elitis sesama anak tajir, saya juga bergaul dengan para tukang becak dan teman sebaya dari kalangan lebih marginal. Saya merasa menemukan kembali the Lost world. Sesuatu yang lama hilang: tentang ketulusan, kepolosan, tanpa sandiwara, tanpa hidden agenda, tanpa KPI -- ini singkatan dari Key Perfomance Indicator -- yang makin menjerat pekerja di sektor modern, seperti saya sekarang ini.

Malam Rabu ini. Tiba-tiba saya merasa kehilangan. Karena sejak sore tadi, Rebo sudah ditarik ke mess. Ini istilah untuk rumah para tukangnya Pak Agung di sekitar kota wisata. Hari ini adalah masa terakhir, Rebo merampungkan pekerjaannya. Sehingga sejak Malam Rabu ini, Rebo tidak lagi menginap di proyek JV. Ada perasaan haru menyelinap. Terima kasih Rebo, juga Pak Amran dan teman-teman lainnya. Enam bulan ini, saya tidak saja mendapatkan rumah renovasi seperti angan-angan kami. Tapi juga arti persahabatan dan makna hidup yang lebih dalam lagi.

UPDATE 20 SEPT: TERALIS dan KASA NYAMUK


Roster atau angin-angin (ada juga yang menyebutnya loster. Udang kali. Jiaaah)dari bahan kayu, idenya didapat dari kantor sendiri. Saat asyik-asyik meeting, tiba-tiba ada panggilan batman lewat telp. Maksudnya telp penting dari Gresik. Tak elok menerima telp dari ruang meeting, saya pun bergegas keluar ruangan, sembari memberi kode ke pimpinan rapat.

Setelah blablabala, dan hendak masuk meeting room lagi, mata saya tertumbuk pada roaster kayu yang memisahkan sekat ruang redaksi IT dengan voyage. Ukurannya 30 x 30cm. Sepertinya dari kayu artificial. Di bagian tengahnya ada penyekat kaca, untuk meredam suara dari luar.

Gagasan ini kemudian saya aplikasi ke proyek Jengki Vintage. Berhubung memilih pintu kembar dengan ukuran lumayan besar, ruang yang tersisa di bagian kiri-kanannya hanya cukup untuk roaster 20x30 cm. Jadilah roaster jati sebanyak 12 buah. Masing-masing 3 buah kiri dan kanan. Kemudian 6 sisanya untuk pintu balkon atas.

Amazing, hasilnya uapik tenan. Ruangan terasa adem. Angin sepoi-sepoi membuat ruangan terasa sejuk dan tidak gerah. Apalagi ada besi angin-angin ukuran raksasa di bagian atasnya. Tapi, muncul masalah pelik. Ternyata lubang angin yang cukup banyak itu membuat rumah mudah kemasukan debu. Ya, iyalah. Kenapa juga ga dipikirkan dari awal. Menepok dahi berkali-kali, bukannya masalah terpecahkan. tapi kelapa jadi tambah pusing.

Mencoba berburu teralis lama, tidak kunjung berhasil. Maklum ukuran 20x30cm bukan ukuran favorit bagi meneer-meneer Belanda atau Sir Inggris yang dulu sempat ke Indonesia. Tidak juga bagi kaum ningrat dan bangsawan yang punya rumah gedongan di masa lalu.

Untuk mengaplikasi teralis model sekarang, sedikitpun tidak menggoda hati. Desainnya monoton. Dicontek sana-sini. Dari rumah mewah, turun ke BTN dan sampai RSS, nyaris tidak ada perbedaan desain. Yang membedakan paling banter kualitas bahan. Ya, kalo bukan besi holo, besi nako, besi tempa atau stainless steel.

Sampai kemudian saya mengunjungi rumah duka di kawasan Cinere. Mas Sigit, bossku di kantor, sedang berduka. Mertua meninggal. Hujan deras. Bersama sahabat, namanya Boy, menembus Cinere tengah malam buta. Terlambat. Iring-iringan duka sudah menuju Jawa Tengah.

Tinggallah, kami ditemani yang jagain rumah ngobrol-ngobrol. Ternyata suami-istri setengah umur itu mengenal saya dan Boy dengan baik. Saya juga baru tahu malam itu, putera beliau adalah salah satu tim kerja saya selama belasan tahun. Bahkan saya yang merekomendasi agar teman itu masuk di tim kerja saya tahun 2000 lalu.

Sementara asyik ngopi, saya melihat teralis milik mas Sigit yang sederhana. Tapi justru itu yang memikat hati. Singkat cerita, saya pulang mengantongi ide. Lewat Mang Uce, saya akhirnya mendapatkan teralis istimewa. Tapi modelnya bukan seperti milik mas Sigit. Melainkan kloning dari teralis lama milik saya sendiri. Mestinya, tidak ada samanya di muka bumi ini. Kecuali nanti ada yang menconteknya. Hehehehe... Teuteup

UPDATE 20 SEPT: TEKA, sponsor Real Madrid





UPDATE 20 SEPT: LONCENG LAMA ITALIA DAN BARU SKOTLANDIA




UPDATE 20 SEPT: Pemanas Air Inti Solar

UPDATE 20 SEPT: CLIPSAL dan RUANG TAMU


Bukan Broco. Bukan juga Panasonic. Ini dua merek alat kelistrikan yang paling populer di Jakarta. Mungkin juga di Indonesia. Ada juga entry level brand, produk Cina dan bahkan abal-abal. Tapi soal listrik, mending jangan ambil risiko dah. Ambil yang paling top dan mahal. Bedanya cuma Rp 2 sampai 5 ribu per unit. Karena akibatnya bisa fatal: gampang jebol, tombol macet, unit gampang kusam, dan yang paling bahaya ialah korslet alias munculnya hubungan pendek.

Tapi kok justru memilih Clipsal. Nah, coba deh iseng-iseng lihat merek stop kontak, saklar atau apapun yang berbau kelistrikan di hotel berbintang 5, mall papan atas di Jakarta atau resto mahal? Berani jamin, umumnya adalah produk Clipsal.

Mahal dong? Tidak juga. Kalau tahu caranya, selisihnya cuma beda Rp 2 sampai Rp 5 ribu itu per item. Dengan catatan, hati-hati dengan produk tiruan dan aspal. Sebaiknya jangan membeli Clipsal dengan tombol kecil. Desainnya kurang eksklusif dan terkesan pasaran.


Beginilah wajah ruang tamu. Ada perabot model jengki, peti dari Madura, Marmer Lampung kombinasi honey Onyx dengan lampu sorot dari bawah lantai, konsol angin-angin dari MacFarlane Glosgow Skotlandia dan pintu serta roster angin sebanyak 6 buah dari di perbatasan Jateng-Jatim. Semua unsur kayu, hanya dari label Jati. Saya sudah kapok dengan kayu Sungkai atau kayu lain yang jadi santapan rayap. Mahal dikit, tidak apa-apalah. Semoga tidak ada lagi serangan fajar, eh rayap..

Kombinasi ruang tamu tadi, lantas dipercantik dengan lampu model durian. Ini produk tahun 70an buatan Jerman. Barang baru, stok lama.

UPDATE 20 SEPT: PERNIK TAMPAK DEPAN


C20 : Identitas rumah perlu dipikirkan agar sesuai dengan desain secara keseluruhan. Ada dua pilihan, nomor rumah dari unsur Jengki atau dari bahan stainless steel. Pilihan jatuh pada yang terakhir. Ini produk Albion. Dari material Stainless Steel 304 yang katanya antikarat. Tak heran harganya agak mengagetkan. Apalagi dijual satu per satu. Beruntung, bisa mendapatkan kombinasi C, 2 dan 0. Ditancapkan langsung di tiang pagar yang dibalur batu alam jenis Pacitoroso. Terlebih dahulu coating SC50SB Propan yang menegaskan alamiah batu yang berasal dari Yogya ini.

Basalto: Ini adalah jenis batu alam yang paling eksklusif. 3 Tahun lalu, harganya masih Rp 140.000 per meter ukuran 40 x 60 cm. Sekarang, naik hampir 75%. Salah satu pemicunya karena beberapa resto elit di mall, menjadikannya lantai dan dinding. Contohnya Marche di Plaza Senayan dan Grand Indonesia. Basalto menggusur batu teplek yang menempel bibir dinding yang memisahkan taman kecil dan carport-teras. Batu teplek Purwakarta harus berakhir masa tugasnya lantaran dinilai tidak match lagi dengan desain baru.
Jenis Baslto ini sudah dipakai untuk lantai dan carport lama, plus jembatannya. Sehingga akan serasi jika BAslto juga menghiasi jembatan yang satunya. Namun untuk menghindari mobil spin saat melewati jembatan yang menanjak, dipasang batu andesit alur ukuran 40x20cm.

Lampu Sorot CE: Sepasang lampu sorot LED merek CE dipasang menambak ke atas. Dudukannya dibuat paten supaya mengindari tergeser dan mengakibatkan sorotnya jadi tidak karuan. Satu dengan sinar putih, satunya lagi warna kuning. Cahaya tembakan mengarak ke daun mangga dan teras atas.


Boks PLN : jangan coba cari boks PLN di sentra-sentra perlengkapan rumah. Umumnya engkoh atau acik pemilik toko. Setelah menjelaskan singkat, ternyata nama populernya adalah boks kaweha alias KWH. Halaaahh. Yang paling laris dari bahan plastik mirip ember. Sebagian kecil ada dari bahan fiberglass tembus pandang. Harganya antara Rp 50.000 - Rp 100.000. Seperti biasa, saya tidak tergoda dengan selera massal. Sedikit keberuntungan, ada engkoh yang kacamataya hampir melorot dengan dandadan khas PDG kelontong yang tidak memperhatikan oufit dan good looking, berbisik ke saya: "Mau ga koh, order khusus. Materialnya dari pelat besi. Mirip yang digunakan PLN dan kantor-kantor besar untuk instalasi listrik. Tapi agak mahal lho, dan harus nunggu 4 hari."

Kontan saya tanya harganya. Ia malah nengok istrinya yang tampilannya khas pemilik toko. Saya tidak ngerti, karena tampaknya menggunakan bahasa Khe'. Ini salah satu jenis bahasa di Cina daratan. Yang paling populer adalah Mandarin dan Cantonis. Lho? kok tahu itu jenis bahasa Khe'. Ya, kan saya sering dipanggil Koh juga. Hehehe... Becanda, Gan. Yang betul, dulu boss lama saya tiap hari menggunakan bahasa Khe'. Khas di telinga, agak cempreng dan diucapkan secara cepat. Jiaaahhh.. Kok malah sok tahu? Singkat cerita, ternyata harganya cuman Rp 90.000. Jadi deh nongkrong di C20.

Senin, 12 September 2011

STOP PRESS: MEJA DAN KURSI SEDAN, DIJUAL MURAH (Sold Out)

Minggu depan, sebelum tanggal 24 September 201, Insya Allah kami akan pindah ke proyek 2A. Beberapa barang, tampaknya tidak bisa masuk ke rumah hasil renovasi ini. Untuk set kursi tamu, kami sebetulnya punya dua pilihan: model Jengki dan model Sedan.

Berhubung konsep rumah yang kami pilih adalah Jengki Vintage, terpaksa meja dan kursi model Sedan ini harus mengalah. Maklum, rumah kami hanya bisa menampung 1 set kursi ruang tamu.


Kursi model Sedan dari jati tua, ada 4 unit. Plus meja yang dilengkapi marmer. Sayang JV tak ada ruang lagi, apabila dipaksakan maka furniture akan penuh sesak. Padahal saya sempat membayangkan, dengan finishing ulang ke tukang kayu langganan, hasilnya akan sangat fantastis. Tentu jok dan sandaran (plus busa) harus ganti baru.



Tidak lagi kumpulan kayu tua yang dicat hitam, apalagi warna violet yang menurut saya agak norak. Ada rasa sayang harus melepasnya. Tapi berhubung saya akan sangat terbatas menata perabot apabila sang JV kelar nanti, saya akhirnya memutuskan untuk membuka Garage Sale.

Ini benar-benar jual di garasi. Bukan sekadar teknik jualan, agar barang cepat laku. Setelah satu set Kursi Sedan ini, saya akan upload beberapa barang dan perabot terdahulu saya, yang mungkin tidak akan muat dan sesuai dengan konsep Jengki Vintage.

Bagi rekan yang dirasa berminat, silakan kontak email: hendra_ns@yahoo.com. Saya tidak cari untung. Yang penting modalnya kembali, saya akan lepas kursi cantik ini. First come, first service.

Update tgl 19 September: satu set kursi sedan ini SOLD OUT. Dengan demikian, barang ini kami tarik dari penawaran.

STOP PRESS: MEJA KIPAS, SEDIH HARUS MELEPAS


Dengan berat hati, saya harus merelakan meja jengki model kipas akan berpindah tangan. Pangkal masalahnya, tidak ada kecocokan pendapat antara anggota geng 2A. Akhirnya saya menyerah karena ternyata memang dengan size yang tidak lazim, tidak bisa dinaikkan ke lantai 2 di proyek 2A. Kalau dipaksakan, akan memaksa ralling tangga harus dibongkar. karena size meja ini sangat tidak lazim. Belum lagi ada risiko tembok yang sudah dicat rapi di dinding tangga, akan kotor terkena sabetan kaki dan bodi meja yang pasti akan susah dinaikkan.

Modelnya berbentuk kipas. Dijamin tidak akan mudah lagi mendapatkan meja model seperti ini. Ukuran terpanjang 160 cmm. Sementara lebarnya 80cm. Tapi yang luar biasa, adalah beratnya. Saya duga minimal 70 kg. Karena pernah dicoba diangkat oleh 4 orang, nyaris tidak sanggup. Jelas begitu, karena meja ini dari jati tua yang mungkin sudah berusia 50 tahun.

Bila mengingat perjuangan mendapatkan meja jengki kipas ini, saya patut menyesal bukan main. Perburuan berbulan-bulan di desa Jawa Timur, lalu proses pengiriman lewat truk ekspedisi. Sesampai di jakarta, kaki-kakinya harus direhabilitasi lantaran ada kerusakan saat pengiriman.




Belum cukup? Semua pelitur lama dikupas dengan teknis khusus, terus disiram impra dan melamin. Jadinya cihuy banget. Benar2 subuah meja langka. Oya, semua engsel saya ganti dengan engsel piano full stainless steel yang dibeli di toko Master Kunci, Serpong. Ini engsel langka, modelnya memanjang hampir satu meter. Sementara anak dan rumah kunci, tetap mempertahakan aslinya. Karena ini buatan Jerman, Carl Schliper.

Saya tidak mau lagi memperpanjang keistimewaan meja ini. Silakan lihat foto dengan cermat. Luar biasa. Saya sudah mencoba ingin menitip meja ini ke rumah teman atau kerabat, ternyata gagal. karena butuh ruang besar. Dan, setelah saya pikir-pikir, sampai kapan saya akan menitip? wong hanya punya rumah 1 biji.

Jika ada yang terarik, langsung email aja ke: hendra_ns@yahoo.com. First come, first service. Cocok bagi mereka yang kolektor furniture langka. Atau juga bagi pemilik galeri atau resto yang menganut aliran jengki atau tradisi lama. Meja ini tidak perlu diapa-apakan lagi. Tinggal pakai.

Kalau mau lebih cantik, bisa ditambahkan kaca tembus pandang dengan pinggir dibefel di bagian taplak meja. Atau lebih mewah lagi jika memakai batu Onyx dengan seriman lampu dari bawah. Waahhh, jadi lemes dah membayangkannya.