Selasa, 28 Juni 2011

Jari Luka yang Salah


Sabtu kemaren, 25 Juni 2011, saya nongkrong di proyek 2A. Kebetulan dari mandor dan tukang kompak memindahkan batu. Tak ingin berdiam diri, saya ikut membantu. Baru 5 menit, tanpa sengaja jari tengah dari tangan saya hampir terjepit batu. Toh, ada luka gores.

Untuk mengindari infeksi, saya membalutnya dengan hansaplast. Ups, ini nama merek. Apa ya bahasa Indonesia-nya yang baku? Selama 2 hari, tensoplast ini selalu saya ganti untuk menjaga tetap hygienis. Tadi pagi, sesudah mandi, saya menggantinya lagi. Setelah sekian jam, saya baru sadar, hansaplast yang terpasang ini ternyata bukan di jari tengah. Melainkan di jari telunjuk yang sebetulnya tidak ada luka apa-apa. Untung tidak ada yang tahu. sehingga tidak perlu tengsin. Sekarang perban saya pindahkan ke jari yang memang membutuhkan. Ga penting banget sih, tapi namanya juga blog pribadi. hehehe

Museum Sampoerna


Musuem Sampoerna adalah salah satu musuem paling memukau dan terawat di Indonesia. Terletak di jantung kota Surabaya, Musuem Sampoerna telah menjadi salah satu icon Surabaya -- bahkan Indonesia -- yang patut dibanggakan untuk pengelolaan benda dan peninggalan lama.

Salah satu kelebihan Museum Sampoerna terletak pada originalitasnya. Hampir semua ornamen gedung, mesin linting rokok dan gedungnya masih mempertahakankan keasliannya. Yang lebih hebat lagi, pengunjung tidak saja menjadi pengunjung pasif. Alias hanya bisa melihat-lihat dan membaca. Tetapi ada unsur edukasi, interaktif dan shopping.

Edukasi karena kita akan paham dengan mudah sejarah Sampperna dan perannya dalam berkontribusi untuk bangsa. Interaktif karena kita bisa diajarkan secara langsung melakukan proses melinting rokok 234 yang legendaris itu. Shopping, karena pengunjung bisa membeli souvenir Sampoerna yang memang menyediakan gerai khusus.

Salah satu kebanggaan Sampoerna di masa lalu adalah mereka memiliki bioskop pertama di Indonesia. Tentu dengan peralatan pemutar film paling canggih di masa itu. Saat pemutaran film, penonton dikumpul dalam satu area tertutup. Sebutlah namanya bioskop Sampoerna. Para Amtenaar, Sinyo-Sinyo Belanda, Angkoh-angkoh pemilik Sampoerna, bangsawan-ningrat, pegawai pemerintahan di masa kolonial, pegawai kelas atas Sampoerna, relasi dan buruh-buruh pabrik berkumpul jadi satu untuk menyaksikan tayangan film.

Baris paling depan, disediakan kursi jati kokoh, tua dan cukup berat. Desainnya melambangkan brand Soemporna di masa itu. Tiga tangan yang menunjuk ke arah mata angin berbeda. Ada Tiga ornamen dengan tiga tangan, bagian samping kiri dan kanan, serta punggung. Cantik sekali.

Alas kursi, dipasangi rotan untuk memberi kenyamanan buat juragan yang duduk di situ. Supaya tidak keliru dan menimbulkan kemurkaan di antara para elit penonton, stiap kursi dituliskan nomor kursi di bagian belakang. Hanya mereka yang sudah dijatahkan nomor itu, yang boleh duduk di situ. Mirip dengan sistem 21 saat ini.

Sebelum museum ini diinisiatifkan, beberapa perabotan bioskop Sampoerna jatuh ke tangan pedagang. Pada masa awal kemerdekaan, dengan segala aura revolusi dan semangat nasionalisasi, sempat ada masa kegamangan mengelola aset-aset Sampoerna yang berharga ini. Salah satu yang paling jadi primadona adalah kursi-kursi jati untuk bioskop ini. Foto di bagian bawah adalah dua unit di antara puluhan kursi bioskop Sampoerna.

Saking diburunya, kini banyak beredar replika atau tiruannya. Ah, gampang dibedakan. Desai duplikat, bahan kayu jati tidak sekokoh aslinya. Pahatannya pun lebih kasar. Pendek kata, kursi bioskop Sampoerna sulit dicari tandingannya.

Be the First


Pagi-pagi sekali, ada salesman datang mengantar brosur First Media. Namanya Setiyono. Cara bicaranya mengingatkan saya dengan seorang kerabat lama dulu di Makassar. Kiswanto. Bila menyebut huruf "S", terdengar mirip orang berdesis. Yang pasti Kis bukan ular. Kampungnya di Wonogiri, Jawa Tengah. Sekarang Kiswanto tinggal di Tangerang, hidup tenang dengan istrinya yang perawat hebat. Yang justru membuat tidak tenang adalah saat mendekati lebaran. Biasanya Kis datang dengan rayuan maut. "Daripada mobilmu nganggur, mending aku pakai berlebaran di Tangerang. Muter-muter sini aja kok."

Lalu apa hubungannya dengan Setiyono, sang salesman. Weitz, cara bertuturnya ternyata mirip sekali. Ada bunyi desis saat pengucapan huruf "S". Kami waspada, jangan-jangan ada hubungannya dengan ular juga nih. Ah, jangan berprasangka buruk. Istilah Su'don. Benar kan, ternyata Setiyono menawarkan paket berlangganan First Media. "Poko'e, fasilitas First ini pertamaka kali ditawarkan di kompleks bapak untuk seluruh kawasan sini," katanya berpromosi. Kenapa First belum masuk ke kompleks-kompleks gede dan gedongan di sekitar sini. "Izinnya sulit pak. Soalnya First harus memasang dulu jaringan kabel di setiap jalan. Kompleks sini birokrasinya paling gampang." Waah, itu mah bukan karena keistimewaan.

Saya yang sebetulnya tidak begitu tertarik, karena sudah berlangganan Indovision dan Speedy, rasanya tidak perlu lagi gonti-ganti Home Cable dan jaringan internet. Tetapi sebagai orang yang hidupnya juga bergantung pada salesman, saya berusaha mengapresiasi penjelasan Setiyono walau agak sedikit terganggu dengan bunyi desis.

Berbeda dengan kompetitornya, First Media memang satu-satunya provider tv cable yang tidak menggunakan antena outdoor yang mirip loyang itu. Rawan kresek-kresek saat hujan atau cuaca buruk. Tayangan First disalurkan melalui kabel yang dipasang permanen pada peremuhan tertentu yang sudah dapat izin. Jenis kabelnya sudah sangat advance, sehingga memungkinkan bukan saja siaran televisi terjamin kualitas gambar dan audionya, melainkan menjadi satu-satunya provider yang sanggup membuka layanan paket tv cable dan internet sekaligus. Kata Setiyono, First satu-satu-nya yang memungkinkan menawarkan First HD karena jaringan kabel ini.

Singkat kata, saya mulai tergoda dengan pake "Home Cable Ultimate", paket tayangan televisi paling lengkap. Dengan harga sedikit lebih murah, semua tayangan hiburan, informasi, pendidikan, gaya hidup, bisa dinikmati. Selection pack untuk HBO, Box Office, Star Movies dan ESPN Star Sports jadi daya tarik. Si Sulung merequest ada HBO. Sementara si Bungsu maunya ada Kids Cluc, sebangsa Cartoon Network, Boomerang dan program anak-anak lainnya. Bahkan paket Home Cable Ultimate ini boleh menikmati Chinese World, India Favorite, Japan dan Korea sebagai compliment.

Setiyono merasa mendapat angin saat mendengarkan si bungsu nimbrung. "Ah, saya jarang nonton tv," saya mencoba ngeles. Bapak kerja di mana? "Pelaut," kataku sekenanya. Ia tampaknya tidak percaya, apalagi seisi rumah tertawa terbahak-bahak. Termasuk Bibi Ela yang selalu ikut nimbrung.

Kalo paket tadi digabung dengan paket FastNet Express 2 Mbps, maka berubah menjadi SuperCombo. Nah, selama masa promosi 6 bulan, pelanggan akan mendapatkan harga khusus. Hitung punya hitung, jatuh-jatuhnya memang lebih murah. Dengan catatan, apa yang dipromosikan Setiyono soal kualitas siaran televisi dan kecepatan internet, tidak sekadar jualan kecap nomor satu.



Mungkin saja kami adalah customer awal di kompleks ini. Karena besok-besoknya saya lihat First sangat gencar menggerakkan sales-nya dan buat activity below the line di dekat kolam renang sini.

Hasilnya? Luar biasa. Saya kini menikmati kebebasan berselancar paling cepat selama pengalaman saya berinternet di Indonesia. Rasanya belum pernah saya menikmati fasilitas internet secepat ini sebelumnya. Blup.. blup..blup. Bahkan down load atau upload foto dan video tidak masalah. Itu sebabnya, blog ini bisa saya kerjakan dengan cepat. Sambil ngantuk-ngantuk pun, upload foto bisa dilakukan dengan cepat.

Apa iya karena pelanggannya masih sedikit, sehingga First membuka seluas-luasnya band-with. Dengan demikian customer awal akan menjadi agen salesmen gratis buat dia. Buktinya kini saya ikutan berdesis mempromosikan kehebatan First Media. Waduh, kok malah ikutan jadi ular...?

Senin, 27 Juni 2011

Besi, Timah atau Tempa


Ini adalah ralling dengan motif khas Eropa. Tapi saya bingung materialnya: apakah dari besi biasa, timah atau besi tempa. Atau mungkin besi baja?
Apakah di antara Anda ada yang tahu?
Ukuran tinggi 77 cm dan lebar 17 cm. Wah ini untuk apa ya? Konsol angil-angin, tentunya bukan. Dijadikan pagar, agak sulit. Wong temannya tidak banyak. Forget it or create it?

Berbulat hati, saya memilih create it. Akhirnya 6 buah benda ukuran 77x17 cm ini sampai ke garasi saya. Pembaca, mohon pandangan, ide atau saran. Enaknya diapain ya benda ini?

Tegel Motif Timbul (new)




Tegel dengan motif timbul yang bisa diraba, merupakan salah satu simbol sosial di masa lalu. Bagi orang atau lembaga yang menempelkan tegel motif timbul ini, dapat diasosiasikan sebagai kalangan atas, bangswan, ningrat, kompeni atau pedagang sukses. Tak heran jika tegel motif ini hanya bisa ditemui di lingkungan kraton ternama, kantor-kantor kompeni atau orang yang benar-benar tajir di masanya.

Teknik membuatnya sangat sulit, dan hanya pandai tegel tertentu yang bisa membuatnya. Karena lamanya proses pembuatan, plus hanya orang tertentu, otomatis tidak banyak yang bisa diproduksi. Begitu bergengsinya tegel timbul ini, ia ditempatkan di tempat-tempat terhormat. Misalnya lemari sang tuan, tempat topi, dinding ruang tamu, dan paling minimal adalah penghias dapur. Bahkan ada yang membuatnya dalam pigura.

Ukuran tegel timbul ini 15x15 cm. Ada yang warna dominasi hijau, sedikit biru dan kuning. Motifnya khas Eropa, kembang dan aksen yang memiliki makna khusus. Menurut seorang teman yang cukup lama menggeluti soal barang-barang lama, tegel motif timbul ini sangat banyak penggemarnya saat ini.

Sekarang cukup banyak restoran dan hotel yang memilih desain Vintage, yang mengadopsinya. Seperti Huize Trivelli Jl Kesehatan di daerah Tanah Abang II, hotel Cita Dines di Wahid Hasyim, Resto Merah Delima, di daerah Blok M, Mbah Jingkrak di daerah Kuningan, resto Kembang Goela di BCA Building Semanggi, Harum Manis saming Ciwalk Karet, Bunga Rampai Menteng, Seribu Rasa di Imam Bonjol, Pawon Solo, Lara Djongrang di daerah Cikini, Samara di Kebon Sirih, Warung Daun di Cikini dan Santa serta masih banyak lagi venue yang lain.

Hampir lupa saya memesan tegel motif timbul, kira-kira 5 hari sesudahnya, paket ini pun sampai ke proyek JV dengan selamat. Ukurannya agak tidak lazim, 15x15cm. Tidak banyak, memang. Tapi ada 5 jenis motif, yang didominasi warna hijau. Hanya sekitar 20 biji. Saya kemudian membayangkan jika menjadi ornamen dinding dapur. Tapi akan lebih berkelas bila dikombinasi dengan marmer Verde Patricia dengan permukaan licin.

Potong Verde slab dengan ukuran 45 atau 50cm secara memanjang mengikuti panjang ruang dapur. Nah, di bagian atasnya akan disusun tegel timbul ini secara memanjang. Jadi total tinggi dinding dapur ini sekitar 60 atau 65cm. Pas banget dengan konvensi di soal keramik atau mamer dapur yang lazim dipakai. Tapi paduan marmer Italia warna hijau tua yang sedang trend di mall atau hotel disandingkan dengan tegel motif timbul yang mungkin berumur puluhan tahun, harapannya akan menjadi sesuatu yang indah dan klop. Mungkin sulit dicari samanya.

Verde Patricia ukuran Slab

Sendok Asia


Baru saja, saya menerima pemberian gift sendok Korea dari Didi Kasim. Tepatnya, Senin 27 Juni 2011 sekitar jam 2pm tadi. Didi Kasim adalah dedengkot National Geographic Indonesia Magazine yang kebetulan baru pulang cuti dari Korea. Sangat berharga, karena inilah sendok pertama saya dari Korea. Didi-lah yang kebetulan mewujudkan niat saya memiliki sendok Korea dari beberapa teman yang pernah ke Negeri Ginseng. Cerita Didi, sendok Korea ini dibelinya dari Open Market tertua di Seoul, Korea Selatan. Saya sendiri, memang belum berkesempatan ke Korea.

Iseng-iseng saya pernah menghitung souvenir sendok yang ada di lemari. Upsss, udah lebih dari 100 buah, dan mostly berasal dari kota, negara atau destinasi khas yang pernah saya kunjungi di Eropa, Australia dan Amerika. Rasanya tidak ada sendok duplikasi. Karena kalau beli lebih dari satu, biasanya akan saya gift-kan untuk kerabat dan teman.

Baru juga tersadar, koleksi sendok itu sangat jarang dari Asia, kecuali Jepang. Bahkan sendok dari Indonesia atau kota-kota di negeri ini, saya tidak punya. Jangan ragukan nasionalisme saya. Tapi memang sendok seperti ini sangat jarang saya temui di Indonesia. Sejak itu, saya mulai agak rajin mengintip souvenir sendok manakala lagi berada di luar Jakarta. Bahkan Stabuck atau Hard Rock Hotel pun tak luput dari pencarian sendok "lokal".

Kembali ke sendok Asia, selain Korea dari didi, saya juga punya Malaysia, Singapura, Thailand. Yang terakhir, teman baik memberi saya sendok Asia datangnya dari negeri India. Tepatnya dari kota Bangalore. Itupun, kata teman baik itu, susahnya minta ampun saat mencarinya. Istimewa, karena disusun seperti kipas dan materialnya tampaknya dari porselin berkelas. "Ini tinggal satu, lho." Nehi... nehi... hehehe... dasar Wong Edan..

Marmer dan Granit


Marmer (marble) adalah batuan kristalin kasar yang berasal dari batu gamping atau dolomit. Marmer yang murni berwarna putih dan terutama disusun oleh mineral kalsit.
Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan dari batu gamping. Pengaruh suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen menyebabkan terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut membentuk berbagai foliasi mapun non foliasi.
Akibat rekristalisasi struktur asal batuan membentuk tekstur baru dan keteraturan butir. Marmer Indonesia diperkirakan berumur sekitar 30–60 juta tahun atau berumur Kuarter hingga Tersier.
Tulungagung adalah salah satu penghasil marmer terlama di Indonesia. Citatah adalah salah satu penghasil marmer di Indonesia yang membawa nama Indonesia sebagai salah satu produsen marmer di dunia. Saat ini daerah penghasil marmer di Indonesia sangat tersebar, antara lain Lampung, Jawa Tengah, Bandung, Sulawesi, Kalimantan, Bangka, dan Kupang





Granit (granite) adalah jenis batuan intrusif, felsik, igneus yang umum dan banyak ditemukan. Granit kebanyakan besar, keras dan kuat, dan oleh karena itu banyak digunakan sebagai batuan untuk konstruksi. Kepadatan rata-rata granit adalah 2,75 gr/cm³ dengan jangkauan antara 1,74 dan 2,80. Kata granit berasal dari bahasa Latin granum.


Meja granit sebagai bidang acuan dalam proses pengukuranDalam bidang industri dan rekayasa, granit banyak dipakai sebagai bidang acuan dalam berbagai pengukuran dan alat pengukur. Hal ini dikarenakan granit bersifat kedap air, kaku (rigid), non-higroskopis dan memiliki koefisien ekspansi termal yang sangat rendah. Salah satu penerapannya adalah pada mesin pengukur koordinat (Coordinate Measuring Machine).

Sumber: Wikipedia

Minggu, 26 Juni 2011

Tegel brasuta langka


Ubin atau bahasa Belanda-nya Tegel ialah batu pelapis lantai rumah / gedung yang terbuat dari bermacam jenis batu dan berbagai rupa warna Ubin berbeda dengan keramik yang sekarang kebanyakkan digemari. Ubin cenderung lebih tebal dan unik, sedangkan keramik memiliki ketebalan yang relatif tipis. Sehingga jika dipandang dari segi keawetannya lebih awet ke ubin.

Kemudian apa perbedaan antara ubin atau tegel ini dengan teraso (bahasa Belanda: Terazzo)?

Pebble Wash atau Batu Teraso sebenarnya mirip batu ampyangan atau lebih dikenal sebagai batu sikat. Baik pengerjaan maupun hasilnya. Tapi batu teraso memiliki tekstur lebih kasar. Lantaran bahan yang digunakan memang berbeda ketimbang batu sikat.

Batu ampyangan terdiri dari kerikil batu alam, alami dan asli terbentuk dari alam. Sementara batu teraso terbuat dari batu granit dan batu marmer yang diolah kembali menjadi butiran batu kerikil, dengan berbagai macam ukuran. Antara lain 3-5mm, 5-7mm, 7-9mm,9-12mm, dan 12-15mm.

Ada bermacam-macam warna batu teraso: merah, crem polos, hijau, kuning orange, hitam, dan abu-abu. Namun warna dari batu teraso sebenarnya tidak begitu diutamakan, karena akan tersamarkan oleh pewarna semen atau dikenal dengan sebutan pigmen.

Beberapa tahun lalu (sebelum tergeser batu-batu impor sejenis marmer dan granit), batu teraso kerap digunakan sabagai ubin. Lihat saja bangunan- bangunan mewah peninggalan zaman belanda yang masih tetap utuh. Pernak pernik lantainya terbuat dari batu teraso.

Untuk keperluan ubin atau tegel sebagai lantai, batu teraso biasanya harus dipoles terlebih dahulu agar tampak halus, bersih, dingin, rata dan mengilap.
Tapi untuk tujuan eksterior, batu teraso tidak perlu di poles agar tidak licin dan tekstur batu tetap terlihat.

Batu teraso ini juga bisa dipasang dengan berbagai macam pola dan motif pemasangan seperti batu sikat. Teraso bisa dengan mudah ditemui di kawasan kota lama. Lihat deh di area median jalan, taman taman kota, lapangan tenis, dan tempat parkiran.

Kelebihan batu teraso dibanding batu sikat:
1. Kekuatan pasangan, batu teraso jarang ditemui retak rambut seperti yang sering kita jumpai pada pasangan batu ampyangan. Batu teraso juga lebih kuat menahan beban dibandingkan dengan batu sikat, karena menggunakan sistem cor.
2. Tidak mudah copot
3. Tidak licin yang membuat orang gampang jatuh
4. Tidak membutuhkan perawatan khusus, seperti poles dan anti-lumut dan perawatan ekstra lainnya.
5. Teraso cocok untuk garasi, karena tidak licin dalam keadaan basah maupun kering. Disamping itu, jenis batu teraso sangat kuat untuk dilalui kendaraan. Dan dalam hal perawatan, tergolong tidaklah rumit.



Tapi kekurangan Teraso ada juga:
1. Warna batu alam tidak begitu diutamakan, karena akan tertutup dengan pigmen warna. Hal ini yang menjadikan batu teraso terkesan biasa dan kurang terlihat alami.
2. Pemasangan batu teraso lebih rumit dibandingkan dengan batu sikat, dan jarang yang mampu memasang batu teraso dengan baik. Tukang yang mampu memasang batu sikat, belum tentu mampu memasang batu teraso dengan baik.
3. Bahan sulit diperoleh dan tidak sembarang toko batu alam menyediakan bahan pebble wash atau teraso.