Selasa, 18 Oktober 2011

TAMPAK DEPAN 1 (Front Side)



TERAS DEPAN
1. Lantai: Granit Tropical Brown from Italy. Hanya satu slab alias tidak ada potongan. Hampir 100% membungkus wilayah lantai teras dengan bidang 2x3 meter. Lis dan pinggirnya dari Granit Nero Italy. Penggunaan Granit Nero untuk menyatukan tone warna bagian "kaki" yang semuanya dari Nero alias hitam.

2. Kursi: sepasang kursi bioskop Sampoerna original. Kayu jati hanya dipermulus, dan alas bokong dari rotan diganti busa yang dibungkus kulit asli masroto, warna cappucino. Dipermanis dengan meja bulat, juga dari material jati.

3. Dinding: Marmer Palissandro slap. Rata-rata ukuran 1,5 x 2,5 meter. Untuk bidang 22 meter per segi, slab-slab tadi kemudian disambung dan ditempelkan di tembok dengan teknik pasang marmer paling rumit. Pasang angkur, slut, saling ikat, lem marmer dan poles berdiri.

4.Pintu: Jati dari perbatasan Jateng dan Jatim. Model Customize. Sepasang pintu gandeng dengan ukuran besar, dengan model kolonial. Kusennya setebal 12 cm solid atau tidak ada wilayah kosong di bagian tengahnya. Dilengkapi dengan handle dan kunci, pelor, penahan pintu dan kunci rahasia dari RAFES from England. Sementara engsel size 6 inci terpaksa menggunakan brand JJ from Spain. Karena engsel Rafes maximal ukuran 5 inci. Semunya dengan material Stainless Steel 304. Gampang kok ngetesnya. Beli cairan kimia untuk test stainless steel. Teteskan di material. Kalau besi berubah warna, berarti tidak murni 304. Bisa-bisa 212 alias wiro sableng alias Anda tertipu. Teknik sederhana lainnya, rekatkan magnet ke material yang mau dites. Jika tidak melengkat, besar kemungkinan itu adalah asli 304.
Bahan material semuanya solid, alias tidak kopong atau tidak ada wilayah yang kosong



1. Lonceng Italy: Saya kutipkan langsung dari dolphin blogspot = Lonceng Antik ini biasa digunakan di daerah Eropa (biasanya dipoduksi di Italia-referensi dr artikel yang ada) sebagai bell yang diletakkan di depan rumah, di bagian bellnya tertulis kalimat " Vocem meam audi qui me tangit " bahasa latin, yang artinya ....siapa yang menyentuh saya akan mendengar suara saya...

Sebagai referensi dapat dilihat di http://heidi-heartandhome.blogspot.com/2010/09/qui-me-tangitat-heart-and-home.html .

Terbuat dari kuningan/brass eropa dengan suaranya yang nyaring, jika dibunyikan di daerah sepi dapat terdengar hingga +200 meter, ditemukan di suatu kota tua di daerah pesisir utara Jawa yang dahulu kala merupakan salah satu kota utama perdagangan, saat ditemukan kondisi Bell berlapis debu, berwarna lusuh dan hitam. Ukuran tinggi/panjang kurang lebih 30 cm, cukup besar untuk ukuran bell rumah. Dari bentuknya yang artistik dapat menambah keindahan rumah. Bagian badan bell, ornamen beserta penyangganya masih asli, hanya rantai penariknya saja yang bukan orisinil. Sebagai perbandingan, gambar ke 3 saya upload dari alamat referensi tersebut di atas.

2. Konsol segi tiga. Sepasang konsol dari bahan besi. Berat sekali. ukuran sekitar 30x15c,. Ada tulisan 1.868 (kalo tidak salah) yang dapat diraba. Tidak jelas apakah angka itu adalah tahun pembuatan atau kode produksi. Yang jelas konsol segitiga ukuran mini ini, memang sangat jarang didapatkan. Yang lazim itu panjangnyanya antara 60 hingga 100 cm. Sementara bidang mendatarnya, ada yang sama dengan panjangnya. Tapi juga ada yang pendek.
Motif konsol segitiga ini mencerminkan seni tingkat tinggi, tanpa sambungan las, sangat halus. Entah dulu dibuat dari teknik pahatanatau cetakan.

3. Pilar atau tiang utama teras memanjang dari lantai bawah hingga mentok, sebagai penahan atap atap balkon atas. Sebelum renovasi, pilar ini berbentuk bulat dan hanya sampai atap teras bawah. Saat renovasi, modelnya diganti dengan model persegi panjang, ukuran 60x40cm. Nah, sepertiga bagian atas kemudian membesar membentuk arah segitiga. Ini desain khas Jengki. Pilar ini kemudian dibalur Travertine. Sebuah jenis batu marmer dengan kadar kapur lebih tinggi.
Memilih Travertine, terinspirasi saat berkunjung ke Vatican (lihat posting: Travertine dn Vatican). Dilalah, Travertine ini juga jenis marmer yang lumayan difavoritkan mall-mall besar besar dan hotel bintang 5. Hampir saya saya pastikan 90% mall dan hotel mewah di Jakarta, menggunakan travertine. Yang paling mencolok adalah Grand Indonesia. Hampir semua lantai dan dinding GF indoor memakai Travertine.
Begitu juga dengan Kempenski (Bali room dan ball room. Ini ruangan berbeda, letaknya di east dan west mall. sering bikin nyasar). Bila dipadu dengan granit nero sebagai "kaki", penampakan Travertine akan tampak memukau dan outstanding.
Mencari Travertine bukan perkara mudah. Karena ternyata jenisnya banyak sekali: ada Ramona, Golden, Silver, Grey, Classico, Navona, Giallo, Rosso, Noce, Yellow, dan banyak lagi. Belum lagi teknik finishing. Ada yang membiarkannya polos (gedung XL di Mega Kuningan), ada yang diisi cairan kimia yang teransparan, ada yang kemudian diperkaya dengan semacam pelitur. Belum lagi bicara soal ketebalan. Yang paling murah itu, tebalnya hanya 1,4 cm dan paling tebal yang saya temui adalah 2 cm pas. Lebih mumet lagi bila Anda ditanyakan mau slab persegi empat atau yang bergerigi sesuai bentuk batu. Apapun pilihan Anda, sangat berpengaruh ke harga Travertine yang umumnya dijual dengan banderol US dollar?

Kenapa? karena konon memang dimpor dari gunung Travertino di Italia. Tapi jangan salah, marmer travertine yang masuk Indonesia justru mayoritas masuk dari Turki, India dan Pakistan. Karena semakin terbatasnya resource dari Italia, pengusaha marmer kemudian beralih ke negara-negara lain untuk mencari material mirip dari desa Travertino di Italia. Bedanya, jika Travertine Italia siap pakai, bongkahan batu tinggal dibelah-belah tipis 2 cm, maka produksi negara lain justru dicetak. Bahkan konon ada pabrik pengolahannya di Tangerang dan dekat Dadap Cengkareng.

Beruntung yang saya dapatkan adalah asli Italia, ketebalan 2 cm, ulir Ramona Classico kombinasi, fill (supaya tidak gampang rapuh) dan poles kilap serta bentuknya per segi empat. Travertine ini kemudian dipasang menutupi dua pilar atau tiang teras. Ini salah satu periode pemasangan yang paling rumit dan menegangkan. Tidak boleh salah, pecah atau salah memasang arah urat Travertine. Sebab, merupakan satu kesatuan. Jika salah, tidak ada lagi penggantinya. Karena, istilah penjual marmer, blok Travertine yang saya beli ini, tidak ada lagi duanya. Belum tentu ada barang dari Blok yang sama bakal masuk ke Indonesia lagi.

Satu lagi, supaya pilar tidak terkesan kurus, dibuatkan semacam skirt atau aksen di bagian sepertiga ke bawah. Bagian bawah lebih tebal 2 cm, sesuai ketebalan marmer. Jadi tampak harmonis dan seimbang.

4. Untuk penyekat antara balkon dan teras bawah, dibutuhkan marmer yang match dengan Travertine dan Polissandro Classico di dinding. Jika berbeda dan tidak balance, hancurlah tampak depan rumah ini. Bisa-bisa dituduh norak dan menyilaukan mata.
Di saat hunting, tidak sengaja saya mendengar ada truk bermuatan Polissandro Statuario mengalami kecelakaan ringan di tol. Sial, beberapa slap retak dan pecah. Eh, kebetulan saya kenal manajer tokonya. Mungkin karena kesal atau buang sial, si engkoh menawarkan 20% dari harga normal Statuario "Kondisi barangnya apa adanya." ini istilah untuk menghaluskan kondisi marmer yang pecah dan retak. Saya kemudian coba nego, "Ok, asal yang ukuran lebarnya yang minimal 40cm. Kalau lebih kecil, saya tidak mau. Karena akan sulit membuat ornamen dari marmer yang kurang dari 40 cm lari."

Memang ukuran segitulah kebutuhan saya. Untuk penyekat dinding teras dan balkon atas. Begitu juga untuk bahan anak tangga dan dinding dapur. Tertegun saya ketika si angkoh bilang, "Boleh deh, asal ambil semua." setelah hitung-hitung jumlahnya ternyata sekitar 26 meter per segi. Bungkus. Saya malah dikasih bonus potongan-potongan kecil yang kurang dari 40 cm. Cocok banget untuk plint atau lis.

Apa ciri khas Palissandro Statuario? kalo penasaran klik: www.omniamarble.com atau www.italian-marble.com. Sekilas coraknya seperti belahan kayu, warna krem hingga cokelat. Natural sekali. Inilah jenis Palisandro yang paling mutakhir masuk ke Indonesia. Tebalnya 2 cm, asli Italy. Seandainya harus membeli dengan banderol harga asli, saya pasti tidak sanggup. Alhamdulillah ya, jadi sesuatu... jiaaahhh, garing. kriuk..kriukkk





Roaster atau angin-angin: Dari bahan jati, ukuran terluar 30x20 cm. Ketebatalan jati 8cm. Jumlahnya masing-masing 3 untuk kiri dan kanan. Nah, jika dijumlah dengan balkon atas, berarti ada 12 roaster. Semua roaster dipasangkan teralis besi solid dengan motif yang sama dengan angin-angin segiempat yang terdapat di atas jendela dapur. Semua roaster dilengkapi kasa nyamuk yang bermagnet. Materialnya dari alumunium hitam yang dijamin tidak bakal karat atau keropos. Kasa Ini mencegah nyamuk, serangga dan menpis debu yang masuk ke rumah. Kasa magnet memudahkan saat dibersihkan.


1. Jendela model krapyak. Terdiri dari dua lapis jendela. Satu model krapyak alias jati berkisi-kisi ke bawah. Bagian dalam menggunakan fram jati dengan kaca setebal 1,2 cm di bagian tengahnya. Kalo malas menggunakan AC, buka jendela kaca dari dalam. Tapi bila pengen sejuk, tinggal tutup daun jendela kaca. Untuk daun krapyak, tergantung kebutuhan. Kalau malam, better ya ditutup juga. Tapi kalo mau segar-segar, tampaknya cukup dengan jendela kaca. Wong tebalnya 1,2 cm. Pake martil pun belum tentu pecah.
Sebagai pelengkap jendela dan kusen jati, dihubungkan oleh material RAFES: kunci kotak, hook, engsel. dan penahan jendela dari dalam.
Untuk keawetan warna lasur jati, dibuatkan frame tembok dari model Jengki. Khas tahun 70an yang berbentuk miring ke dalam.

2. Sebagai pemanis, di bawah jendela ditempatkan kursi jati garis-garis. Model garis-garis di[pilih, agar senapas dengan model krapyak.


Ayam-ayam. Itu adalah penangkal petir dari bahan temabaga. Tiangnya menggunakan material kuningan. Tembaga dan kuning ini tidak bakal kena karat. Model ayam-ayam yang berfungsi sebagai penangkal petir ini, setahu saya hanya ada 4 di Jabodetabek. Gereja Pniel Pasar Baru, Gereja di sudur Taman Surapati, Gereja besar di Bogor dan yang di rumah ini.


TERRACE
1. Floor: Tropical Brown Granite from Italy. Only one piece slab alias does not exist. Almost 100% wrap porch with a floor area of ​​2x3 meter field. Lis and the edges of the Granite Nero Italy. Use of Granite Nero to unify the tone color of the "legs" that all of Nero (black).

2. Chairs: Sampoerna original pair of theater seats. Teak wood repaired only, and buttocks of rattan mats replaced the original leather-wrapped foam Masroto, the color of cappuccino. Sweetened with a round table, also of teak material.

3. Walls: Marble Palissandro slab. The average size of 1.5 x 2.5 meters. For the field of 22 meters per side, slab-slab was then spliced ​​and taped to the walls with marble pairs of the most complicated techniques. Attach anchor, slut, tied together, glue and polish marble stand.

4. Doors: Teak from the border of Central Java and East Java. Customize model. A pair of doors coupled with large size, with the Colonial Model. 12 cm thick ledge solid or no empty area in the middle. Equipped with handle and lock, bullets, retaining the door and the secret key of RAFES from England. While the hinge size 6 inch JJ was forced to use a brand from Spain. Because the hinge Rafes maximum size of 5 inches. Intercede with the material Stainless Steel 304. So how we tested. Buy liquid chemicals to test stainless steel. Squirt in the material. If the iron changes color, it means that no pure 304. Could have 212 fooled. Other simple techniques, glue a magnet to the material that will be tested. Sticky each others.
Otherwise, it is likely the original 304. Materials are all solid, not hollow or alias does not exist an empty section.


1. The bells Italy: I quote directly from dolphin blogspot = Antique Clocks is commonly used in Europe (usually dipoduksi in Italy-existing article reference dr) as a bell that is placed in front of the house, in the written sentence bellnya "meam Vocem audi qui me tangit "Latin language, which means .... anyone who touches me will hear my voice ...

As can be seen in http://heidi-heartandhome.blogspot.com/2010/09/qui-me-tangitat-heart-and-home.html reference.

Made of brass / brass europe with a loud voice, if played in the quiet area can be heard up to +200 meters, was discovered in an old city in northern coastal areas of Java yore is one of the main city of trade, while Bell was found coated with dust conditions, shabby and black in color. Height / length approximately 30 cm, large enough for the size of the house bell. From an artistic form can add to the beauty of the house. Body parts bell, ornament and its buffer is still the original, only the chain pullers are not original. For comparison, I upload the images to three of these references addresses above.

2. Console triangle. A pair of consoles from ferrous materials. Weight once. size of about 30x15cm. There are 1868 posts (if not mistaken) that can be touched. It is unclear whether the figure is the year of manufacture or production code. What is clear this mini console triangle size, is very rarely obtained. Commonly it lenght between 60 to 100 cm. While the horizontal field, there is the same length. But there are also short.
Motif console this triangle reflects the high level of art, with no welded joints, very smooth. Whether it was made from molds or scupture techniques.

3. Pillar or pole extending from the main terrace downstairs to get stuck, as the roof of the balcony above suspended ceilings. Before renovation, this pillar is round and only up to the roof terrace below. Once the renovations, the model is replaced with a rectangular model, size 60x40cm. Well, the top third of the then enlarged to form a triangle. This unique Jengki design. These pillars then Travertine wrapped. A type of marble stone with a higher lime content.
Selecting Travertine, inspired during a visit to the Vatican (see post: Travertine and Vatican). Fortunetely, Travertine marble is also kind of a pretty big favorite to major shopping malls and five star hotel. Surely almost 90% of malls and luxury hotels in Jakarta, using Travertine. The most striking is the Grand Indonesia. Almost all the floors and walls Travertine Ground Floor indoor wear.
Likewise with Kempenski (Bali room and ball room. It's different rooms, located on the east and west mall. Often make stray). When combined with granite nero as a "foot", Travertine will look stunning appearance and outstanding.
Looking for Travertine not easy. As it turns out many kinds: there are Ramona, Golden, Silver, Grey, Classico, Navona, Giallo, Rosso, Noce, Yellow, and more. Not to mention finishing techniques. There was a let plain (XL building in Mega Kuningan), there is a chemical liquid filled transparan, there is then enriched with a kind of varnish. Not to mention talking about thickness. It's the cheapest, just 1.4 cm thick and the thickest I've encountered is 2 cm fitting. More mumet again if you want to ask rectangular slab or the appropriate forms jagged rocks. Whatever your choice, it is very influential to the price Travertine is generally sold with a tag of U.S. dollars?

Why? because it supposedly was imported from the mountain Travertino in Italy. But make no mistake, travertine marble that enter Indonesia precisely the majority coming from Turkey, India and Pakistan. Because of the limited resources of Italy, entrepreneur marble and then move on to other countries to seek similar material from Travertino village in Italy. The difference, if Travertine Italian ready-made, living boulder split apart 2 cm thin, the production of other countries actually printed. Even supposedly existing processing factory in Tangerang and near Dadap Cengkareng.

Lucky that I get is the original Italian, a thickness of 2 cm, Ramona Classico screw combination, fill (so not easy fragile) and polished sheen and a rectangular shape. Travertine is then fitted over the two pillars or columns terrace. It's one of the most complex installation period and nerve-racking. It should not be wrong, broken or wrong way to install Travertine vein. Therefore, a single entity. If false, no further replacement. Because, the term seller marble, Travertine blocks that I bought this, there is no longer unbeatable. Not necessarily have the same goods from the block would go to Indonesia again.

One again, not impressed so thin pillars, made a kind of skirt or accents on the third down. The bottom 2 cm thicker, according to the thickness of the marble. So it looks harmonious and balanced.

4. For insulation between the balcony and the terrace below, required match with Travertine marble and Polissandro Classico on the wall. If it is different and does not balance, Destroyed facade of this house. I could have been accused of garish and dazzling eyes.
While hunting, I accidentally heard there laden truck crashed Polissandro Statuario light on the highway. Damn, some slap cracked and broken. I happened to know the store manager. Perhaps because of upset or dispose of bad luck, the seller man offer 20% of normal price Statuario "Conditions things are." this term to smooth the condition of broken and cracked marble. I then try to negotiation, "Ok, provided that the minimum size of 40cm width. If it is smaller, I do not want to. Because it would be difficult to make the ornaments of marble which is less than 40 cm away."

Indeed, this size my needs. For wall insulation terrace and upper balcony. So also for the material for wall kitchen and stairs. I was stunned when the salesmen say, "Deal, take it all." after the calculated amount was about 26 square meters. Wrap. In fact I was given a bonus of small pieces of less than 40 cm. Really suitable for plint or lis.

What characteristic Palissandro Statuario? if curious click: www.omniamarble.com or www.italian-marble.com. At first glance like a hemisphere complexion wood, beige to brown. Natural once. This is the kind Palissandro the most recent entry into Indonesia. 2 cm thick, native Italy. Had to buy the original price tag, I certainly could not. Thank God..




Roaster a wind: From the teak material, the outer size of 30x20 cm. Thickness of teak 8cm. The amount each 3 for left and right. Well, if you add up to the balcony above, meaning there were 12 roasters. All roaster paired with solid iron bars with the same motif winds rectangular window located above the kitchen. All roasters are equipped magnet mosquito netting. Material from black aluminum that is guaranteed will not rust or porous. This is to prevent mosquito netting, insect and menpis dust into the house. Kasa magnet ease when cleaning.


1. Krapyak model window. Consisting of two layers window. One model Krapyak teak latticed down. The interior of the use of teak with glass frame on the 1.2 cm thick in the middle. If lazy to use the AC, open the window glass from inside. But if want a cool, stay close glass shutters. For Krapyak leaves, depending on needs. If tonight, better be closed as well. But if you want fresh, it seems fairly with glass windows. thickness of 1.2 cm was not necessarily broken hammer.
As a complement to the windows and teak frames, connected by a material RAFES: lock boxes, hooks, hinges. and retaining the window from inside.
For durability of teak lasur color, wall frames made from Jengki model. Typical 70s-sloping inwards.

2. As a sweetener, was placed under a window seat teak stripes. Model lines in the [select, in order to interchange with Krapyak model).

The chickens Statue. It was the lightning rod of cooper material. Pole using brass material. Copper and yellow rust is not going to hit. Model chickens statue that serve as lightning rods of this, to my knowledge there are only 4 in Greater Jakarta. Peniel Church of Pasar Baru, Church in Surapati Park, a large church in Bogor, and that in this house
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar