Senin, 04 Juli 2011

Cak Bambang yang Spektakuler


Foto ini saya ambil secara candid saat test drive Suzuki New Baleno dari Padang menuju Danau Singkarak. Wajahnya sepintas mirip Pak Jenderal Polisi Rusdihardjo, dulu Kapolri dan kemudian jadi Dubes RI di Malaysia. Kebayangkan kan, waktu masih mudah, pasti banyak gadis yang klepek-klepek kalau berkenalan dengannya. Bukan karena kesengsem, tapi buat nagih utang. hehehe.. Guyu Cak.

Pria energik ini punya beragam panggilan. Becak, Cak Bembi, Cak Bambang, Daddy, si Spektakuler dan masih banyak lagi. Padahal nama aslinya, uapik tenan, Bambang Prijambodho. Kera Ngalam ini sempat kuliah jurusan seni rupa di IKIP. Bermacam-macam profesi pernah digelutinya. Ya, pekerja seni, modifikator motor roda dua, buka bengkel mobil, makelar tanah, jual Soto Ayam, ikut pementasan seni, jago ngelas besi, calon cover boy majalah trubus sampai cawe-cawe di Event Organizer (EO).

Karena cawe-cawenya di EO itulah yang membuatnya berkenalan dengan tim tabloid Otomotif yang bikin acara gilas mobil di Surabaya. Dari situ, Cak Bembi diajak jadi wartawan, khususnya menjadi kepala Biro Surabaya. Itu suka-sukanya anak jakarta menyebut kepala biro. Wong dia hanya sendiri di Kota Buaya. Siapa anak buahnya ya?

Saking pahamnya dunia teknik, sampai-sampai hasil tulisannya waktu tahun 1995 itu agak sulit dipahami orang lain. Sehingga saya sempat ditugaskan ke Surabaya untuk melakukan tentir alias supervisi. Alih-alih mengajari menulis lebih efisien, selama di Surabaya saya malah disuguhi pemandangan dan cerita aneh-aneh.

Ada kisah mengamuknya tante Yola, karena menemui suaminya sedang mengetik naskah, tapi ada makhluk lain tidur di kolong meja. Juga sering diajak berkeliling kota Surabaya dengan Vespa. Masuk gang ke luar gang. Begitu sampai hotel, energi saya sudah habis. Tidak kuat lagi membahas struktur kalimat dan cara membuat heading menggoda. Zzzz... Sebelum pulang ke jakarta, saya hanya berpesan: pengetahuanmu sebetulnya sangat luas. Tinggal bagaimana caranya supaya orang lain mengerti apa yang sampeyan ingin sampaikan. Lha, emang itu pokok masalahnya?

Kami kemudian berpisah. Saya ditugaskan menggawangi tabloid baru. Sementara cak Bambang ditarik ke Jakarta. Kali ini dia mencoba peruntungan lain sebagai fotografer. Reporter lebih junior paling suka jalan sama Cak Bembi. Karena selain pengetahuan dan networknya yang luas, ia juga suka sekali menyetir. Sehingga reporter selalu bisa tes kenyamanan (baca: tidur) saat liputan dengan mobil operasional.

Gaya bicaranya -- khas Suroboyoan -- meledak-ledak dan bersemangat. Kalo lagi bicara sama saya, orang lain mungkin menyangka kami sedang bertengkar hebat. Maklum sama-sama bervolume tinggi. Ini mungkin ciri khas anak Gunung, yang terlatih bicara dengan keras supaya orang lain bisa mendengar dari jarak 1 km. Dan khusus Cak Bambang, kalau berbicara susah disetop. Burung Beo pasti angkat topi.

Paling sebal bila dia mencoba berkomunikasi dengan bahasa Manado. "Kita orang jadi pukimak sampe bapontar-pontar," kicaunya. Iki ngomong opo toh, Le? Jelas-jelas gaya medhok-nya gak bisa hilang, lha ini malah pake Manado segala. Kagak pantes kedengaran di telinga. Orang malah jadi tahu sampeyan sehari-harinya tak berkutik sama orang Manado. Hehehehe.. Guyu lagi cak.

Nasib kemudian mempertemukan kami sebentar di majalah lisensi Jerman, Auto Bild. Entah lantaran karma atau takdir, saya malah dicemplungkan ke Surabaya selama hampir 2 tahun. Terdengar ada kabar saya akan ditarik lagi ke Jakarta, eh Cak Bambi malah direlakan ke Otomotif tv dengan status "free transfer". Kali ini, kamera SLR-nya dipensiunkan. Sekarang dia jadi kameramen tv. Saya kagum bukan main, di usia 45, dia masih punya nyali dan elan untuk mencoba hal-hal baru. Mungkin tidak seperti saya dan kebanyakan orang yang sudah masuk comfort zone.

Satu yang tidak berubah dari ayah dua anak ini adalah gayanya yang spektakuler. Lebih penting bagaimana cara memperolehnya, dibanding hasilnya. Pernah dia mengambil gambar mobil bergerak dari ojek, dengan posisi duduk menghadap ke belakang. "Lha, kalau tiba-tiba ada lubang atau ngerem mendadak, kameranya bisa hancur," goda seorang teman yang sengaja tidak lagi menyebut soal keselamatan jiwa. Percuma kasih warning, dia merasa nyawanya triple. Gugur satu, masih ada serep dua.

Pernah juga mengambil gambar dari ranting pohon, dan nyaris patah. Hasilnya gimana? Pasti bagus dong. "Biasa-biasa aja tuh. Malah cenderung gak fokus," geli sang Producer laporan ke saya sebagai Executive Producer alias EPI-EPIan. Yang lain, dia pernah melilitkan tubuhnya dengan seutas tali di bak terbuka saat mengambil gambar konvoi Grand Livina di daerah Bromo. Tetap saja, hasil gambarnya biasa-biasa saja. Mungkin kalo proses mengambil gambarnya yang ditayangkan, penonton akan terkejut. Serasa menonton "Aneh tapi Nyata", "Guiness Book of Record" atau "Amazing Shocking" atau "Scary Job" atau "Operah Winfrey" atau "Master Chef".

Namun entah kenapa saya selalu percaya 100% sama Cak Bambang. Dari hal-hal profesional sampai urusan atau benda pribadi yang biasanya jarang saya libatkan teman kantor. Enteng saja saya percayakan dipegang atau dikerjakan oleh ponakan dari Pak Dimyati Hartono ini. Ketulusan, kegigihan dan kejujurannya, mungkin itu yang tidak ada duanya.

Kini dia mengarungi kerasnya hidup di Jakarta dengan usaha dan keringatnya sendiri. Karena satu hal, dia hanya punya pilihan pendi alias pensiun dini. Saya percaya, cak Bambang akan sanggup melewati -- bahkan mungkin -- mendapatkan hasil lebih baik. Dengan segudang talenta yang diberikan oleh Tuhan, saya punya keyakinan rezekinya akan muncul dengan cara yang tidak pernah diduga sebelumnya. Dua putranya yang tinggi badannya hampir satu setengah kali cak Bambang, kini hampir rampung kuliahnya. Apalagi dia didampingi oleh wanita kuat, walau agak cerewet dan meleleh kalau mendengar suaminya dekat dengan wanita lain.

Matur nuwun cak Bambang untuk pesahabatan kita selama 16 tahun. Semoga kita masih diberi umur panjang untuk 16 tahun ke depan.

1 komentar:

  1. Bambang Prijambodho4 Juli 2011 pukul 20.09

    Koh, saya baru tahu kalau ternyata sampeyan menyimpan semua cerita itu. Boleh tak bilang ya? 100% nggak ada yang mbeleset. Tapi yang aku sedikit bingung.....Kenapa jadi runut sesuai alur ya.....?
    Sampai-sampai, aku kawatir sampeyan masih nyimpen cerita yang laen.
    Tapi, Thx lah Koh, sampeyan ternyata merhatiin aku banget.
    Dan sampeyan boleh tahu aja, ini bener-bener baru pertama kali aku ditulis orang. Sekali lagi matursuwun.

    BalasHapus