Sabtu, 02 Juli 2011

Inspirasi: Nenek dan Minyak Goreng

Suatu ketika saya bertemu dengan seorang nenek. Dia, yang yang ringkih dengan kebaya bermotif kembang itu, tampak sedang memegang sebuah kantong plastik. Hitam warnanya, dan tampak lusuh. Saya duduk disebelahnya, di atas sebuah metromini yang menuju ke stasiun KA.

Dia sangat tua, tubuhnya membungkuk, dan kersik di matanya tampak jelas. Matanya selalu berair, keriputnya, mirip dengan aliran
sungai.Kelok-berkelok. Hmm...dia tampak tersenyum pada saya. Sayapun balas tersenyum. Dia bertanya, mau kemana. Saya pun menjawab mau kuliah, sambil bertanya, apa isi plastik yang dipegangnya.


Minyak goreng, jawabnya. Ah, rupanya, dia baru saja mendapat jatah
pembagian sembako. Pantas, dia tampak letih. Mungkin sudah seharian dia
mengantri untuk mendapatkan minyak itu. Tanpa ditanya, dia kemudian
bercerita, bahwa minyak itu, akan dipakai untuk mengoreng tepung buat
cucunya. Di saat sore, itulah yang bisa dia berikan buat cucunya.

Dia berkata, cucunya sangat senang kalau digorengkan tepung. Sebab, dia tak punya banyak uang untuk membelikan yang lain selain gorengan tepung buatannya. Itupun, tak bisa setiap hari disajikan. Karena, tak setiap hari dia bisa mendapatkan minyak dan tepung gratis.
Degh. Saya terharu. Saya membayangkan betapa rasa itu begitu indah.

Seorang nenek yang rela berpanas-panas untuk memberikan apa yang terbaik buat cucunya. Sang nenek, memberikan saya hikmah yang dalam sekali. Saya teringat pada Ibu. Tuhan memang Maha Bijak. Sang nenek hadir untuk menegur saya. Sudah beberapa saat waktu sebelumnya, saya sering melupakan Ibu. Seringkali makanan yang disajikannya, saya lupakan begitu saja. Mungkin, karena saya yang terlalu sok sibuk dengan semua urusan kuliah. Sering saat pulang ke rumah, saya menemukan nasi goreng yang masih tersaji di meja, yang belum saya sentuh sejak pagi.

Sering juga saya tak sempat merasakan masakan Ibu di rumah saat kembali, karena telah makan di tempat lain. Saya sedih, saat membayangkan itu semua. Dan Ibu pun sering mengeluh dengan hal ini. Saya merasa bersalah sekali. Saya bisa rasakan, Ibu pasti memberikan harapan yang banyak untuk semua yang telah dimasaknya buat saya. Tentu, saat memasukkan bumbu-bumbu, dia juga memasukkan kasih dan cintanya buat saya. Dia pasti juga akan menambahkan doa-doa dan keinginan yang terbaik buat saya. Dia pasti, mengolah semua masakan itu, mengaduk, mencampur, dan menguleni, sama seperti dia merawat dan mengasihi saya. Menyentuh dengan lembut, mengelus, seperti dia mengelus kepala saya di waktu kecil.
***

Metromini telah sampai. Setelah mengucap salam pada nenek itu, saya pun
turun. Namun, saya punya punya keinginan hari itu. Mulai esok hari, saya akan menyantap semua yang Ibu berikan buat saya. Apapun yang diberikannya.
Karena saya yakin, itulah bentuk ungkapan rasa cinta saya padanya. Saya
percaya, itulah yang dapat saya berikan sebagai penghargaan buatnya. Saya berharap, tak akan ada lagi makanan yang tersisa. Saya ingin membahagiakan Ibu. Terima kasih Nek.


*) Sebuah cerita inspirasi yang saya dapatkan 10 tahun lalu. Penulisnya entah siapa. Masih saya simpan, karena sangat menyentuh. Setiap kali saya membacanya, setiap kali pula saya kangen sama mammi. Juga kepada pappi yang Insya Allah berada di tempat yang lebih indah di sana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar