Sabtu, 05 November 2011

KAYU HITAM SULAWESI (Ebenaceae)


Apa istimewanya bangku ini? Jamak dan gampang ditemui di mana saja. Warung Kaki Lima, Bengkel, Toko atau rumah tangga biasa. Ukurannya 25x75cm. Benar, bangku atau kursi dengan model konvensional ini, memang hanya saya yang tahu sejarahnya yang begitu panjang. Mungkin bagi orang lain tidak begitu penting, tapi tidak bagi saya. Ini adalah simbol jati diri dan dari mana saya berasal.

Yup, materialnya adalah kayu hitam (ebony). Tepatnya, Kayu hitam Sulawesi. Adalah sejenis pohon penghasil kayu mahal dari suku eboni-ebonian (Ebenaceae). Nama ilmiahnya adalah Diospyros celebica, yakni diturunkan dari kata "celebes" (Sulawesi), dan merupakan tumbuhan endemik yang hanya ada di Pulau Sulawesi.

Pohon, batang lurus dan tegak dengan tinggi sampai dengan 40 m. Diameter batang bagian bawah dapat mencapai 1 m, sering dengan banir (akar papan) besar. Kulit batangnya beralur, mengelupas kecil-kecil dan berwarna cokelat hitam. Pepagannya berwarna coklat muda dan di bagian dalamnya berwarna putih kekuning-kuningan.

Daun tunggal, tersusun berseling, berbentuk jorong memanjang, dengan ujung meruncing, permukaan atasnya mengkilap, seperti kulit dan berwarna hijau tua, permukaan bawahnya berbulu dan berwarna hijau abu-abu.

Bunganya mengelompok pada ketiak daun, berwarna putih. Buahnya bulat telur, berbulu dan berwarna merah kuning sampai coklat bila tua. Daging buahnya yang berwarna keputihan kerap dimakan monyet, bajing atau kelelawar; yang dengan demikian bertindak sebagai agen pemencar biji. Bijinya berbentuk seperti baji yang memanjang, coklat kehitaman.








Pohon ini menghasilkan kayu yang berkualitas sangat baik. Warna kayu cokelat gelap, kehitaman, atau hitam berbelang-belang kemerahan. Dalam perdagangan internasional kayu hitam sulawesi ini dikenal sebagai Macassar ebony, Coromandel ebony, streaked ebony atau juga black ebony. Nama-nama lainnya di Indonesia di antaranya kayu itam, toetandu, sora, kayu lotong, dan kayu maitong. Kayu hitam berat dengan berat jenis melebihi air, sehingga tidak dapat mengapung.

Kayu hitam sulawesi terutama digunakan untuk mebel mahal, ukir-ukiran dan patung, alat musik (misalnya gitar dan piano), tongkat, dan kotak perhiasan.

Karena populasinya yang makin terbatas, dan jadi sasaran perdangan di pasar internasional, sejak 30an tahun lalu kayu hitam Sulawesi dinyatakan terlarang atau ilegal untuk diperjual-belikan. Namun justru karena itu, nafsu untuk memiliki dan berburu kayu hitam Sulawesi makin meningkat tajam. Harganya jadi makin mahal. Apalagi bila kayu ini sampai ke Eropa dan Amerika. Konon, menjadi salah satu simbol kemegahan sebuah gedung atau property di benua biru dan atlantis.

Saya justru mendapatkannya gratis alias free alias tidak keluar duit sepeser pun. Tadinya kayu ini mau dijadikan kayu bakar oleh penduduk miskin di wilayah pegunungan, hampir tengah Pulau Sulawesi. Adik saya, yang kebetulan melintas karena sedang bertugas, segera mengenali kayu-kayu ukuran maximum panjangnya 70 cm dan ketebalan yang bervariasi adalah jenis kayu hitam Sulawesi yang paling langka. ukuran paling tebal 10x10cm, sementara terkecil 3x3cm. Maklum dia adalah Insinyur Pertambangan dan kemudian meraih gelar MSC di sebuah universitas bergengsi di Australia. Tidak jelas betul apakah dia kemudian mendapatkan hibah murni atau dibujuk dengan menukar sebungkus rokok. Kayu hitam itu pun berpindah ke mobilnya yang kemudian dibawa ke Makassar.

Sekian lama teronggok di halaman rumah. Hujan kebasahan, dan bila panas diterpa sinar matahari makassar yang begitu terik. Bentuknya sangat tidak menarik. Lusuh berdebu. sulit untuk meramunya menjadi "sesuatu". Karena size balok sangat berbeda-beda. Belum lagi, panjang balok juga antara 50cm dan maksimum 75 cm.

Si adik kemudian mengetahui saya sedang renovasi rumah. Ironisnya, tidak ada satu pun unsur yang datang dari "Sulawesi", tempat di mana saya dilahirkan dan dibesarkan. Dari desain rumah hingga pemilihan material, tidak ada satu pun yang datang dari Sulawesi.

Mungkin karena itu, si adik yang master pertambangan itu lantas teringat potongan kayu hitam yang tergeletak di rumahnya. Singkat cerita, ia kemudian menawarkan kayu hitam secara gratis. Ibu saya tercinta, Hj Ummiaty Andi Made, ikut turun tangan menjemur dan membersihkan 30 batang kayu pendek ini.

Dasar berjodoh, seorang teman menawarkan pengiriman secara gratis pula. "Kebetulan saya lagi mau kirim barang dalam jumlah besar. Kalau cuman sekarung kecil, saya bisa sisipkan."

Tengah malam buta, saya datang mengambil kayu hitam ini di sebuah rumah di kawasan Blok M, tempat pengiriman barang itu dari Sulawesi ke Jakarta. Sang penjaga rumah sampai terheran-heran. Buat apa susah-susah mengirim kayu bakar dari Sulawesi. "Di jakarta juga banyak, pak." saya hanya tersenyum.

Tiba di rumah kontrakan Cibubur, masalah belum terpecahkan. Bagaimana dan untuk apa kayu hitam ini dibuat. Saya biarkan teronggok di teras depan. Terkena hujan dan panas. Bahkan sampai kami pindah ke rumah 2A, kayu ini tetap tergolek di halaman belakang. Belum ada solusi.




Hingga saya menemukan fakta ada kelebihan Granit dari proses pembuatan table top di Kitchen Set dapur kami. Ukurannya tanggung, panjang 1 meter dan lebar berkisar 50 cm. Granitmnya jenis Emerald Pearl dari Italia. Ada yang menyebutnya artic blue (www.omniamarble.com) dan Labrador Scuro (www.italian-marble.com). Yang jelas, saya tidak mau Emerald Pearl ini jadi sia-sia atau tidak terpakai.

Muncul ide cermerlang untuk memadukan kayu hitam Sulawesi (ebenaceae) ini
dengan granit emerald pearl ini menjadi meja rias di kamar utama. Kebetulan pak Agung Nurcahyo datang berkunjung ke rumah pagi-pagi untuk membereskan dan mengarahkan Rebo (tukang) mengatasi masalah kebocoran atap. Pak Agung menyarankan, lebarnya 40 xm dan panjangnya 100 cm.

Kebetulan lagi, hampir bersamaan si Gondrong (dia tukang marmer) juga datang. Gondrong mampir untuk membereskan pengerjaan tangga yang belum tuntas. Si Gondrong, namun dengan perangai sangat sopan ini, ikut memberikan ide. Mejanya dibuat bertingkat saja. Persis nempel dengan cermin besar. Jadi terlihat seperti menyatu dan harmonis. Gila juga nih ide.

Kami pun berbagi tugas. Gondrong memotong granit emerald pearl ini, menyambung dan membuatnya memjadi top table meja rias, sesaui desain dan ukuran yang sudah disepakati Pak Agung, Gondrong dan saya. Sementara kayu hitam, saya titip ke pak Agung untuk mencarikannya pemotong kayu profesional. Ide model kakinya, saya dapat dari sebuah resto di kawasan Menteng. Penemunya adalah Opa Soekrojono. "Contek aja model ini untuk kayu hitam yang di rumah itu," saran Opa. Saya pun memotretnya menggunakan kamera blackberry.







Sebelum menaikkan kayu ke mobil pak Agung, saya masih sempat comment: kalau masih ada kelebihan kayu hitam, buatkan bangku lagi ya. Ukurannya sesuaikan dengan sisa kayu saja. Pak Agung mengangguk. Entah bete atau memuji ide cerdas saya. Hehehe...

Setelah menunggu 2 minggu lebih, kayu hitam Sulawesi ini pun akhirnya menjadi kaki meja rias dan bangku. Ini adalah satu-satunya icon atau simbol di rumah 2A yang berasal dari Sulawesi.

Alhamdulillah ya, jadi "sesuatu".

EBENACEAE or EBONY



What is special about this chair? Usual and easily to found anywhere. Small restorant, workshop, Shop or a common household. The size is 25x75cm. True, a bench or chair with this conventional model, it is only me who knew such a long history. Maybe for others not so important, but not for me. It is a symbol of identity and where I come from.

Yup, the material is black wood (ebony). Precisely Sulawesi black wood. Is a kind of expensive wood-producing trees of the tribe ebony-ebonian (Ebenaceae). Scientific name is Diospyros celebica, which is derived from the word 'Celebes' (Sulawesi), and is an endemic plant that only exists on the island of Sulawesi.

Tree, trunk straight and erect to the height of up to 40 m. Bottom of the trunk diameter can reach 1 m, often with buttress root circumference (buttresses) large. Grooved bark, peeling off small and dark brown. Pepagannya light brown and white on the inside yellowish.

Single leaf, arranged alternate, elliptic elongated, with pointed tip, shiny upper surface, such as skin and dark green, lower surface hairy and green-gray.

The flowers are clustered on axillary leaves, white. The fruit is oval, hairy and red colored yellow to brown when old. Whitish flesh which is often eaten by monkeys, squirrels or bats; which thus acts as an agent pemencar seeds. Seeds shaped like an elongated wedge, blackish brown.

This tree produces very good quality wood. Colour dark brown wood, black, or black-striped reddish. In international trade ebony Sulawesi is known as Macassar ebony, Coromandel ebony, ebony Streaked or too black ebony. Other names include wood in Indonesia Itam, toetandu, sora, lotong wood, and wood maitong. Heavy black wood with specific gravity than water, so it can not float.

Sulawesi black wood is mainly used for expensive furniture, carvings and sculptures, musical instruments (eg guitar and piano), sticks, and jewelry boxes.


Because the population is increasingly limited, and so target the trade in international markets, since the 30s last year ebony Sulawesi outlawed or illegal to be traded. But precisely because of it, lust for owning and hunting ebony Sulawesi increased sharply. The price is getting expensive. Moreover, when the timber is up to Europe and America. That said, be one symbol of the grandeur of a building or property on the blue continent and Atlantic.

I actually get it free or no money out of a dime. This wood was not used as firewood by the poor in the mountainous region, almost the middle of the island of Sulawesi. My brother-in-law (BIL), who happened to be passing as being on duty, immediately recognize the maximum size of the timber 70 cm in length and thickness that varies is the type of Sulawesi black wood of the rarest. Size 10x10cm thickest, while the smallest 3x3cm.

Understandably he is a Mining Engineer and later obtained his MSC at a prestigious university in Australia. Not clear whether he then get a pure grant or persuaded by swapping a pack of cigarettes. The black timber was moved to his car which was then taken to Makassar.

So long sitting in the yard. Rain soaked, and when the hot sun so hot Makassar. It's very unattractive. Worn dusty. difficult to mixes into "something". Because the beam size varies greatly. Not to mention, the length of the beam also between 50cm and a maximum of 75 cm.

The BIL then find out I'm remodeling a my house. Ironically, none of the elements that come from the "Sulawesi", a place where I was born and raised. From home design to material selection, none of which came from Sulawesi.

Perhaps because of that, the BIL who was then reminded of the mining master pieces of ebony at his home. Long story short, he then offered it for free ebony. My beloved mother, Hj Ummiaty Andi Made, drying intervene and clean up these 30 short sticks.

Lucky for me, a friend offers free shipping as well. "Incidentally, I again want to send goods in bulk. If only small sack, I can paste."
Middle of the night, I came to take this dark wood in a house in Blok M, where delivery of goods from Sulawesi to Jakarta. The keeper's house to surprise. Why bother sending firewood from Sulawesi. "In Jakarta too much, sir." I just smiled.

Arrived in a rented house Cibubur, unsolved problems. How and to what is made of black wood. I leave sitting on the front porch. Exposed rain and heat. In fact, until we moved in 2A, wood is still lying on the front of garden. There has been no solution.

Until I find the fact there is an excess of the manufacturing process Granite table top in our kitchen Kitchen Set. Responsibility size, length and width of 1 meter is about 50 cm. Granit types Emerald Pearl from Italy. Some peopel call it artic blue (www.omniamarble.com) and Labrador Scuro (www.italian-marble.com). What is clear, I do not want this Perl Emerald wasted or unused.

Emerging ideas for incorporating ebony cermerlang Sulawesi (ebenaceae) of this with this perl emerald granite vanity in the master bedroom. Incidentally pack the Agung Nurcahyo came home early to clean up and directing Rebo (carpenter) address the problem of roof leakage. Pak Agung suggested, width 40 xm and a length of 100 cm.

Incidentally again, almost simultaneously the Gondrong (handyman marble) also came almost simultaneously. Long-haired come to clean up the ladder unfinished workmanship. The Gondrong, but with this very polite temperament, come give you an idea. His desk is made storied course. Just stuck with a large mirror. So it looks like a unified and harmonious. Well yeah brilliant idea.

We also share the tasks. Long and shaggy cut emerald pearl granit, connect and make top table dressing, according to the desain and sizes that have been agreed Pak Agung, Gondrong and me. While the black wood, I entrusted Pak Agung pack to find him a professional wood cutting. Models legs, I can be of a restaurant in Menteng. The inventor is the Opa Soekrojono. "You can copy paste this model for your ebony in the house," advises Grandpa. I also photographed by blackberry camera.

Before you raise the timber to pack the Supreme car, I still had time to comment: if there is still excess ebony, make a bench again. The size is adjusted with the rest of the wood alone. Pak Agung nodded. Either annoyance or praise a smart idea to me. Hehehe ...

After waiting more two weeks, this Sulawesi black wood finally became leg dressing table and bench. This is the only icon or symbol that originated from Sulawesi.

So grateful, to be "something"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar